BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Rasa keingin tahuan manusia yang sangat besar menjadi sebab utama lahirnya
ilmu pengetahuan beserta perkembangannya. Rasa ingin tahu tersebut timbul dari
fenomena alam atau dalam dirinya
sendiri.
Sehingga para ilmuwan merumuskan banyak teori maupun metode berpikir,
supaya meluaskan pemikiran umat manusia dalam menjawab keingin tahuan mereka.
Dalam makalah ini pemakalah akan membahas tentang teori revolusi sains dan
metodologi program riset, dimana kedua teori ini sangat sangat berhubungan.
Thomas S Kuhn adalah tokoh dari teori revolusi sains, apa yang disebut
dengan filsafat ilmu baru ini dimulai dengan terbitnya karya Kuhn The
Structure of Scientific Revolutions. Tulisan ini mempunyai arti penting
dalam perkembangan filsafat ilmu, tidak saja karena keberhasilannya membentuk
dan mengembangkan wacana intelektual baru dalam filsafat ilmu. Terlepas dari keterkaitannya dengan sains-sains
Dalam hal apa dan bagaimana karya Kuhn memberi pencerahan intelektual, secara
natural dan sains-sains behavioral, wilayah disiplin keilmuan tersebut yang
dikembangkan gagasannya oleh Kuhn.[1]
Metodoloi proram riset lahir untuk menanggapi teori Kuhn dan Popper dalam
teori Falsifikasinya, Imre Lakatos sebagai tokoh dari teori metodologi program
riset ini mencoba mengambil jalan tengah diantara teori Kuhn dan Popper.
B.
Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini, penulis merumuskan dua rumusan pokok inti
dalam pembahasan makalah.
1.
Apakah yang dimaksud dengan Revolusi Sains dan siapakah tokohnya?
2.
Apakah yang dimaksud dengan Metodologi Progam Riset dan siapakah
tokohnya?
C.
Tujuan
Supaya menjadi informasi tentang revolusi sains dengan tokohnya Thomas S
Kuhn dan metodologi program riset dengan tokohnya Imre Lakatos dalam filsafat
ilmu, karena keduanya merupakan proses dalam perkembangan filsafat khususnya
dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
REVOLUSI SAINS
1.
Biografi Thomas Kuhn
Sebelum kita mempelajari pemikiran
seseorang atau suatu tokoh, alangkah baiknya jika kita mengetahui latar
belakang atau biografi kehidupannya agar kita dapat melihat kondisi atau
keadaan sosio-cultural pada saat tokoh tersebut hidup dan mengemukakan teorinya
serta mengembangkan teorinya.
Tokoh filsuf ini mempunyai nama
lengkap Thomas Samuel Kuhn, dia lahir pada tanggal 18 Juli 1922 di Cincinnati,
Ohio, Amerika, putera dari Samuel L Kuhn, ayahnya adalah seorang Insinyur
industry dan mantan Annette Stroock. Kuhn mempunyai isteri yang bernama
Jehane R Kuhn, dari pernikahannya dengan Jehane ia dikaruniai dua orang puteri
yang bernama Sarah Kuhn di Framingham, Massachussets, dan Elizabeth Kuhn di Los
Angeles, serta seorang putera yang bernama Nathaniel S Kuhn di Alington,
Massachussets. Sebenarnya
sebelum Kuhn menikah dengan Jehane, ia pernah menikah dengan seorang wanita
yang bernama Kathryn Muhs di Princeton, New Jersey. Thomas Kuhn adalah seorang
filosof ilmu pengetahuan, yang pada mulanya ia adalah seorang mahasiswa yang
kuliah pada bidang ilmu fisika teoritik sebelum konsentrasi pada sejarah ilmu
pengetahuan di Universitas Hardvard.
Pada tahun 1943 ia mendapat gelar
Sarjana Muda. Gelar
Master ia dapatkan pada tahun 1946.Kemudian pada tahun 1949 Kuhn
menerima gelar Ph.D, dalam satu bidang dan satu Universitas yaitu bidang fisika
dari Hardvard University dan di sana ia diangkat sebagai Asisten Professor di bidang Pendidikan Umum dan
Sejarah Ilmu.
Pada tahun 1954 Kuhn mendapat gelar
Guggenheim Fellow. Pada tahun 1956 ia menjadi Dosen di University of
California, Barkeley. Kemudian pada tahun 1961 ia menjadi Professor penuh dalam
bidang sejarah ilmu, dan pada tahun 1964 mendapat gelar Professor dalam bidang filsafat dan
sejarah ilmu di Universitas Princeton dalam bidang filsafat di MIT.
Pada tahun 1979 ia kembali ke
Boston, dan saat itu pula ia diangkat sebagai Professor Filsafat dan Sejarah Ilmu di
Massachussets Institute of Technology. Pada tahun 1982 Kuhn mendapat
penghargaan George Sarton Medal di bidang Sejarah Ilmu, dan mendapat gelar
Honorary dari beberapa Institut, seperti Columbia University, dan beberapa universitas
lain seperti Notre Dame, Chicago, Padua, Athena, dan lain sebagainya.
Kemudian pada tahun 1983 Kuhn kembali dikukuhkan sebagai Professor. Dia
diangkat sebagai pemegang rekor pertama dalam bidang filsafat dan sejarah ilmu,
dan pada tahun 1991 dan pensiun dengan tetap memegang predikat Professor
Emeritus.
Pada tahun 1994 dia
mewawancarai Niels Bohr sang fisikawan sebelum fisikawan itu
meninggal dunia. Pada tahun 1994, Kuhn didiagnostik dengan kanker dari Bronchial
Tubes. Dia meninggal pada tahun 1996 di rumahnya di Cambridge
Massachusetts. Dia menikah dua kali dan memiliki tiga anak. Kuhn mendapat
banyak penghargaan di bidang akademik. Sebagai contohnya dia memegang posisi
sebagai Lowel Lecturer pada tahun 1951, Guggeheim
fellow dari 1954 hingga 1955, Dan masih banyak penghargaan lain.
Karya Kuhn cukup banyak, namun yang
paling terkenal dan mendapat banyak sambutan dari filsuf ilmu dan ilmuwan
adalah The Structure of Scientific Revolution, sebuah buku
yang terbit pada tahun 1962, dan direkomendasikan sebagai bahan bacaan dalam
kursus dan pengajaran berhubungan dengan pendidikan, sejarah, psikologi, riset
dan sejarah serta filsafat sains.
2.
Proses Revolusi Sains
Revolusi sains dapat dianggap sebagai episode perkembangan
non-komulatif yang di dalamnya paradigma yang lama diganti seluruhnya atau
sebagian oleh paradigma baru yang bertentangan. Paradigma baru ini lebih
memungkinkan menyelesaikan anomali-anomali dari paradigma lama. Pada proses
revolusi sains ini, hampir seluruh kosa kata, istilah-istilah, konsep-konsep,
idiom-idiom, cara penyelesaian persolan, cara berfikir, cara mendekati
persoalan berubah dengan sendirinya. Tentu perangkat lama yang mungkin masih
relevan untuk difungsikan tetap tidak dikesempingkan. Tetapi, jika cara
pemecahan persoalan model lama memang sama sekali tidak dapat digunakan untuk
memecahkan persoalan yang datang kemudian, maka secara otomatis dibutuhkan
seperangkat cara, rumusan dan wawasan yang sama sekali baru untuk memecahkan
persoalan-persoalan yang baru , yang timbul akibat kemajuan ilmu dan
tekhnologi, yang berakibat pula pada perluasan wawasan dan pengalaman manusia
itu sendiri. Seperti contoh
ketika geosentris berubah kepada heliosentris, dari flogiston kepada oksigen,
ini merupakan sebuah tranfromasi konseptual.[2]
Ia menggambarkan bermulanya revolusi sains secara jelas: “Sains
normal…sering menindas fundamental baru karena mereka pasti bersifat subversif terhadap komitmen
dasarnya…(namun) ketika profesi tak bisa lagi mengelak dari anomali-anomali
yang merongrong tradisi praktek ilmiah yang sudah ada…”,[3] maka dimulailah investigasi
yang berada di luar kelaziman. Suatu titik tercapai ketika krisis hanya bisa
dipecahkan secara revolusi di mana paradigma lama memberikan jalan bagi perumusan
paradigma baru. Demikianlah “sains revolusioner” mengambil alih. Namun apa yang
sebelumnya pernah mengalami revolusioner itu juga dengan sendirinya akan mapan
dan menjadi ortodoksi baru, dalam arti sains normal yang baru. Jadi menurut
Kuhn, ilmu berkembang melalui siklus-siklus: sains normal diikuti oleh revolusi
yang diikuti lagi oleh sains normal dan kemudian diikuti lagi oleh revolusi.[4] Dan yang terpenting menurutnya
adalah mengkrontruksi paradigma ilmuwan lebih pening dibandingkan metodologi.
Ø Contoh Revolusi Sains
Untuk memperjelas gambaran bagaimana proses revolusi sains atau
dengan istilah lain benturan paradigma secara ril berkembang dalam teori
dan disiplin ilmu, seperti
teori Newton.
Dalam masalah gravitasi misalkan, yang diinterpretasikan sebagai
tarikan yang merupakan bawaan di antara setiap pasang partikel, adalah sifat
ghaib dalam arti yang sama dengan “kecenderungan untuk jatuh” dari aliran scolastik sebelumnya.
Oleh sebab itu, sementara standar-standar korpuskularisme tetap berlaku, pencarian
penjelasan mekanis dari gravitasi merupakan salah satu masalah yang paling
menantang bagi penerima Principia sebagai paradigma. Newton mencurahkan banyak
perhatian kepadanya, demikian juga banyak penerusnya dari abag ke-18.
Satu-satunya pilihan yang tampak adalah menolak teori newton karena tidak
berhasil menerangkan gravitasi, dan alternatif ini pun diterima secara luas. Namun, kedua padangan ini tidak ada
yang menang. Karena tidak dapat mempraktikkan sains tanpa Principia maupun memberlakukannya
sesuai dengan standar standar kospuskular dari abad ke-17, para ilmuan lamban
laun menerima pandangan gravitasi itu. Pada sekitar pertengahan abad ke-18
interpretasi itu telah diterima secara hampir universal, dan hasilnya adalah
pengembalian yang tulus kepada standar skolastik. Tarikan dan tolakan bawaan
bergabung dengan ukuran, bentuk, posisi, dan gerakan sebagai sifat-sifat primer
materi yang secara fisikal tidak dapat direduksi.[5]
Pandangan bahwa adanya anomali dalam teori gravitasi newton ternyata
tidak semestinya mampu dibuktikan dengan paradigm baru, akhirnya proses
revolusi sains yaitu mengikuti teori lama. Maka, sebenarnya tidak mudah
membentuk sebuah konsep dan teori baru ketika ditemukan adanya penyimpangan
dalam teori lama. Gambaran di atas menandakan revolusi memang membutuhkan
kesiapan konsep, teori, dan hipotesis ilmiah yang jelas sehingga revolusi sains
dapat diraih.
Adapun contoh dalam bidang ilmu-ilmu sosial di antaranya tentang :
The Keynesian Revolution yang biasanya dipandang sebagai pergeseran besar dalam
makro-ekonomi. Menurut John Kenneth Galbraith
mengatakan, Hukum didominasi pemikiran ekonomi sebelum Keynes selama
lebih dari satu abad, dan peralihan ke Keynesianisme sangat sulit. Ekonom yang
bertentangan dengan hukum, yang disimpulkan bahwa setengah pengangguran dan
kurangnya investasi (ditambah dengan oversaving) adalah tidak mungkin, beresiko kehilangan karir mereka.
Dalam magnum opus, Keynes dikutip salah seorang pendahulunya, JA Hobson, yang
berulang-ulang menyangkal posisi di universitas untuk teori sesat. Monetarists
berpendapat bahwa kebijakan fiskal tidak penting bagi stabilisasi ekonomi,
berbeda dengan pandangan Keynes bahwa baik kebijakan fiskal dan moneter
merupakan yang penting.
Beberapa contoh tersebut memperlihatkan bagaimana proses
pergeseran paradigm atau revolusi sains itu terjadi. Hal ini tidak bisa
dielakkan dalam wacana ilmu pengetahuan. Teori yang mampu memberikan solusi
terbaik dalam melihat setiap keganjalan akan menjadi teori yang diunggulkan.
B. METODOLOGI PROGAM RISET
1.
Biografi Imre Lakatos
Imre
Lakatos lahir di hungaria pada tanggal 9 Nopember 1922. Menyelesaikan studi diUniversity
of Debrecen pada bidang
matimatika, Fisika, dan filsafat. Karirnya diawali dengan jabatan Mentri
Pendidikan, namum pemikirannya dipandang menyebabkan kekacauan politik sehingga
pada tahun 1950 dipenjara selama tiga tahun, kemudian beliau menerjemah
buku-buku matematika kedalam bahas hungaria.[6]
Karena
pada tahun 1956 terjadi revolusi , Imre Lakatos lari ke Wina yang akhirnya
sampai ke London. Di London inilah kemudian Imre Lakatos melanjutkan studi di
Cambridge University dan memperoleh gelar doktor setelah mempertahankan
desertasinya: Proofs and
Refutations: The Logic Of Matematical Discovery (karya yang membahas pendekatan
terhadap beberapa metodologi matematika sebagai logika penelitian).
Setelah diangkat memnjadi pengajar di London School of Economic, dia sering terlibat diskusi dengan
Popper, Feyerband, dan Khun untuk membantu memantapkan gagasan tentang Metodology of
Scientific Research Programms, sehingga pada tahun
1965, Imre Lakatos mengandakan suatu simposium yang mempertemukan gagasan Khun
dan Popper.
Pada tahun 1968 Imre Lakatos menerbitkan
karyanya yang berjudul: Criticism
and The Metodology of Scientific Research Programms, sebagai evaluasi atas prinsip
falsifikasi dan upaya perbaikan atas kelemahan dan kekuranganya. Imre Lakatos
meninggal pada tanggal 2 Februari 1974 di London sebelum menyelesaikan Karyanya
yang berjudul: The Changing
Logic Of Scientific Discovery sebagai
pembaharuan dari karya Popper: The
Logic Of Scientific Discovery.
2.
Konsep
Progam Riset Imre Lakatos
Sebagaimana
yang telah disinggung diatas bahwasanya Imre Lakatos mengambil jalan tengah atas pemikiran Khun
dan Popper. Lakatos ingin mengembangkan dan mengkritik atas kekurangan dari
pemikiran Popper dan menghasilkan metode baru yang selanjutnya di sebut Program
Riset.[7]
Pemikiran Thomas Kuhn dalam Scientific Revolution nampaknya menimbulkan kegoncangan
dalam filsafat ilmu. Ilmu yang dahulu dianggap pasti dengan metodenya sekarang
menjadi goyah dengan pemaparan Kuhn yang membawa kepada skeptisisme. Salah
satunya adalah Imre Lakatos, Imre Lakatos adalah seorang filsuf Hungaria, yang
hidup pada tahun 1922-1974.
Imre Lakatos lebih tertarik dengan
menengahi antara perubahan paradigma Kuhn dan falsifikasi Popper. Pemikiran
Lakatos berkaitan dengan struktur teori. Pemikiran ini berpendapat bahwa dalam
sebuah teori terdapat sebuah inti teori yang tidak bisa dibandingkan satu sama
lain. Ini disebut dasar dari dasar (Hardcore) dari sebuah ilmu, dan ini tidak
bisa difalsifikasi. Paradigmanya menggunakan istilah Program penelitan (program
researc). Pemikiran Lakatos cukup rumit sehingga lebih baik difokuskan untuk
memahami bagaimana Lakatos memecahkan problema batas-batas.
Menurut Lakatos perbedaan antara sains
dan pseudosains adalah bahwa sebuah sains adalah sains bahwa sains bisa
menciptakan peramalan-peramalan terhadap fenomena baru. Pseudosains tidak
menciptakan peramalan-peramalan baru dan karena itu gagal disebut sains.
Sebuah sains mampu menciptakan peramalan-peramalan terhadap fakta-fakta, entah
ditemukan atau tidak. Sebuah program penelitian disebut progresif ketika dia
membuat ramalan-ramalan mengejutkan yang dikonfirmasi dan degeneratif ketika
ramalannya tidak akurat atau hanya memoles teori agar sesuai dengan fakta.
Lakatos menyebutkan Pseudosains
contoh-contohnya adalah astronomi Ptolemy, kosmogony planetari cosmogony,
psychoanalysis Freud, Marxisme abad ke duapuluh, Biology Lysenko, Quantum
mekanik Bohr sebelum 1924, astrologi, psychiatry, sosiologi dan ekonomi
neo-klasik.
Dalam Program Riset ini terdapat
aturan-aturan metodologi yang disebut “Heuristik”, yaitu kerangka kerja
konseptual sebagai kosekuensi dari bahasa. Heuristik adalah suatu keharusan
untuk melakukan penemuan-penemuan lewat penalaran induktif dan
percobaan-percobaan sekaligus menghadirkan kesalahan dalam memecahkikan
masalah.
3.
Elemen-Elemen
Penting dalam Progam Riset
Menurut Imre Lakatos terdapat tiga
elemen yang masing mempunyai fungsi yang berbeda dan harus diketahui dalam
kaitanya dengan Program Riset, yaitu:
1) Inti Pokok (Hard-core)
Asumsi dasar yang menjadi ciri dari program riset ilmiah
yang melandasinya, yang tidak dapat ditolak atau dimodifikasi. Inti pokok ini
dilindungi oloeh falsifikasi. Dalam aturan metodologis inti pokok disebut
sebagai “heuristik negatif” maksudnya inti pokok yang menjadi dasar diatas
elemen yang lain karena sifatnya menentukan dari suatu program riset dan
menjadi nhepotese teoritis yang bersifat umum dan sebagai dasar bagi
pengembangan program pengembangan.
2) Lingkaran Pelindung (Protective-belt)
Yang terdiri dari hepotesa-hipotesa
bantu (auxiliary hypothese) dalam kondisi-kondisi awal. Dalam mengartikulasi
lingkaran pelindung, lingkaran pelindung ini harus menahan berbagai serangan,
pengujian dan memperoleh penyesuaian, bahkan perubahan dan pengertian, demi
mempertahankan hard-core.
Dalam aturan metodologis lingklaran pelindung ini disebut “heuristik positif”
maksudnya untuk menunjukkan bagaimana inti pokok program riset dilengkapi agar
dapat menerangkan dan meramalakan fenomena-fenomena yang nyata. Heuristik
positif terdiri dari saran atau isyarat tentang bagaimana mengembangkan
vaian-varian yang komplek, bagaimana memodifikasi dan meningkatkan lingkaran
pelindung yang fleksibel.
3) Serangkaian Teori (a series theory)
Keterkaitan teori dimana teori yang
berikutnya merupakan akibat dari klausal bantu yang ditambah dari teori
sebelumnya. Menurut Imre Lakotos, yang harus dinilai sebagai ilmiyah atau tidak
ilmiah bukanlah teori tunggal, melainkan rangkaian teori baru.
Yang
terpenting dalam serangkaian teori adalah ditandai oleh kontinuitas yang pasti.
Kontinuitas berangkat dari program riset yang murni. Keilmiahan sebuah program
riset dinilai dari dua syarat, yaitu: Harus memenuhi derajat koherensi yang
mengandung perencanaan yang pasti untuk program riset selanjutnya dan harus dapat menghasilkan
penemuan baru.
Dalam struktur program riset ini
diharapkan bisa menghasilkan suatu keilmuan baru yang rasional. Keberhasilan
dari suatu program riset ini dilihat dari terjadinya perubahan problem yang
progresif dan sebaliknya dikatakan gagal dalam program riset ini adalah jika
hanya menghasilkan problem yang justru merosot atau degeneratif.
Penemuan baru bukanlah
peristiwa-peristiwa yang tersaing, melainkan episode-episode yang diperluas
dengan struktur yang berulang secara teratur. Penemuan diawali dengan kesadaran
akan adanya anomali. Kemudian riset berlanjut dengan eksplorasi yang sedikit
banyak diperluas pada wilayah anomali. Dan riset tersebut hanya akan berakhir
bila teori atau paradigma itu telah disesuaikan sehingga yang menyimpang
menjadi sesuai dengan yang diharapkan. Jadi yang jelas, dalam penemuan baru
harus ada penyesuaian antara fakta dengan teori yang baru.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Revolusi sains
yang digagas oleh Thomas Kuhn lebih menekankan pada proses tranformasi
paradigma yang lama menuju paradigma yang baru yang lebih mendatangkan sebuah
alternatif. Proses-proses yang ia gambarkan dalam perkembangan sains merupakan
siklus bagaimana sains normal ternyata mendominasi dari seluruh persoalan sains
hingga saat ini, dan paradigma di sini dimainkan oleh kalangan ilmuan yang
mendominasi paradigma. Seperti ia sampaikan dalam pembahasan di atas, bahwa
umumnya para ilmuan tidak peduli dengan paradigma lain yang berkembang, yang
diutamakan adalah bagaimana teori-teori dan konsep mampu diterapkan, jika
ditemukan keganjalan mereka cenderung sulit menemukan pemecahan. Makanya disini
perlunya sebuah solusi untuk menyelesaikannya dengan menerapkan revolusi sains.
Sedangkan Menurut Lakatos, bukan teori tunggal yang harus
dinilai sebagai ilmiah atau tidak ilmiah, tetapi rangkaian teori-teori.
Rangkaian teori-teori ini dihubungkan oleh suatu kontinuitas yang menyatukan
teori-teori tersebut menjadi program-program riset. Dalam program riset ada
aturan-aturan metodologis yang dibedakan menjadi: (1) yang memberitahu cara
atau jalan mana yang harus dihindari (heuristik negatif); dan (2) cara atau
jalan mana yang harus dijalankan (heuristik positif). Heuristik positif = inti
program yang dilindungi dari upaya falsifikasi. Lapisan pelindungnya adalah hipotesa
pendukung, kondisi-kondisi awal.
Dalam penelitian, yang pada akhirnya
menang adalah program riset yang mampu mengembangkan isi empiris lebih besar
dan derajat koroborasi (confirmation/support by further evidence)
empiris yang lebih tinggi.
Berusaha
mendamaikan pemikiran Popper dan Kuhn mengenai perkembangan ilmu pengetahuan.
Bagi Popper, melalui falsifikasi, ilmuwan akan berhenti mengacu atau
membandingkan teori keilmuan tertentu dengan fakta-fakta. Teori keilmuan harus
segera ditinggalkan jika ilmuwan menemukan adanya falsifying evidence.
B.
Saran
Semoga dapat
menjadi motivasi belajar pembaca, mengingat perjuangan para ilmuwan dalam
mencetuskan teori-teori ilmu pengetahuan. Dan dapat menjadi pemacu dalam
pentingnya luas dalam berfikir, sehingga dapat melahirkan hal-hal baru yang
bermanfaat dalam perkembangan ilmu pengetahuan.
[1] Drs. M.Si. Ahmad Beni Saebani, Filsafat Ilmu(Komtemplasi
Filosofis Tentang Seluk Beluk Sumber dan Tujuan Ilmu Pengetahuan),
Bandung:Pustaka Setia,2009. hal.174.
[2] Thomas Kuhn, Peran Pradigma dalam Revolusi`` Sains, terj.
dari The Structure of Scientific Revolutions(Bandung : CV.
Remaja Karya, 1993), hal. 101.
[4] Muhammad Muslih, Filsafat
Ilmu: Kajian atas Asumsi dasar Paradigma dan Kerangka Teori Ilmu
Pengetahuan, (Yogyakarta: Belukar, 2008), hal 133.
[7]
Dr. Waryani Fajar riyanto, S. H.I. M.
Ag, Filsafat Ilmu Topik-topik Epistimologi. (Yoyakarta, Integrasi Interkoneksi
Prees, 2011), hal. 455.
No comments:
Post a Comment